Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Pesanku : Saat Kamu Kembali

Empat tahun lamanya Ketidakpastian mengiringi langkah kaki Berlalu lalang dalam perjalanan panjang Empat tahun lamanya Aku merangkai detail kenangan dalam ingatanku Mencari tahu sesuatu yang salah Di masa itu Empat tahun lamanya Harapanku pupus dikunyah waktu Dikoyak jarak, yang seakan terbentang jauh Padahal tak pernah kemana-mana Dan saat pilihanmu adalah "kembali" Tolong pikirkan baik-baik Ada hati yang mengharapmu empat tahun lamanya Pintaku : Sekali lagi, jangan pernah kau patahkan

Kadangkala

Kadangkala, Kita terlalu menuhankan ego Membiarkan perasaan menumpuk, membiarkannya teruruk  Lalu menimbunnya dalam-dalam Kita terlalu tak mampu Hanya sekedar mengungkapkan segenap rasa ragu, sendu dan haru. Kita terlalu mengalah, atau ego enggan dicegah Membiarkan yang lain terlebih dahulu memulai. Tanpa aba-aba. Hingga suatu saat kita menyadari Terkadang hal-hal yang kita anggap remeh Sangat dinanti dan diharap yang kita cintai. Hingga nanti kita mengerti, jangan sampai ada kata terlambat, selagi masih sempat Mari bicara. Malang, 5 Februari 2020

Sepotong Rindu

Sore mulai menggulung senja Cakrawala menguning, menjingga, disapu gelap Malam hadir tanpa secangkir bintang Hanya lukisan rembulan menjadi suguhan Sinar nanarnya kian hari kian meredup Detak waktu berputar begitu pelan Senandung malam, hamburkan lamunan Gadis mengintip langit dari celah-celah ilalang Berharap raja gelap memintal segala harap Kaki malam mulai mengutuk kejamnya jarak Gadis menanti festival bintang dipenghujung petang Gadis merindu pujangga tak lekas berpulang

Hujan di Penghujung Januari

Rintik hujan menari mengecup jalanan sunyi Bersama kabut membumbui aroma basahnya Teduh payung tak pernah membiarkan asaku kering Jari-jemari meraih genggaman hujan, menggandeng bekunya Membiarkan tetes dinginnya menerpa pucat muka Menghapuskan gurat senyum yang sembap Semestaku jadi pekat, gelap dan pengap Serupa engkau yang tak menganggap, tak menasihi harap Kini kita hanya dapat meredakan murka badai Tak pernah benar-benar menghentikan deru hujan Tak kunjung menyambut pelangi yang ragu-ragu mewarni Tak sanggup usir awan-awan angkuh yang merajai langit Matahari mulai resah, berduka, enggan mengitip celah angkasa Dan kau bukan lagi seberkas cahaya terang Kau hanyalah seekor kunang-kunang  Di belantara jiwa yang petang

Sore yang tak bahagia

Aku tak mengerti Mengapa langit begitu tak ceria hari ini Aku, tersenyum Menghela nafas panjang Ada yang tak nyaman, sesak di dada Kali ini wajahnya buram Menyimpan luka dalam-dalam Ia tak tersenyum, tak seperti biasanya Hatiku gundah Sore masih mewarnai senja yang tak bahagia Sedang menahan petang yang tak sabar duduk di singgasana Pertanyaanku terjawab Dan ini hari terakhir Aku melihatmu, dan kau tak tersenyum Hatiku hancur berkeping-keping Tak bisa katakan apapun Sore ini langit tak jadi hujan Ia tahu, batinku lebih berduka darinya Aku menghela napas lebih panjang Tersenyum  Begitulah semesta Kadang ia suka bercanda Di waktu aku sendang tak ingin main-main