Saya pernah berada dalam suatu kelompok yang mengidealkan 'kehadiran' dan 'kontribusi' sebagai suatu penilaian yang mutlak. Alih-alih membuat seluruh anggotanya nyaman 'di rumah', kelompok ini justru menyalahkan minimnya inisiatif satu sama lain. ... Bahkan tanggung jawab selalu dianggap lebih penting dibanding berusaha memahami kondisi yang sedang dilalui seseorang. Masalah prioritas lain pun selalu jadi kambing hitam. Beradu eksistensi, yang diakui dan dianggap hidup adalah mereka yang mampu memenuhi standar. Sekecil apapun progres diri tak pernah diapresiasi, terus mengorek kekurangan, saling tekan, saling tuding, biar kuat mental katanya (?). .... Para tetua pun sering mengucap kalimat andalan, "dunia luar lebih keras dari ini", "kami dulu lebih berat dari kalian". Yang mampu bertahan adalah mereka yang terpilih, lalu mencaci mereka yang memilih jalan lain sebagai korban seleksi alam. "Menghilang" selalu menjadi kesimpulan akhi