Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

100 Tahun Terlampaui

Gambar
Dua puluh lima tahun lalu Kami melihat negeri ini Penuh kekacauan dan penindasan Mata kami dipejamkan Telinga kami disumpal Mulut kami dibungkam Idealisme kami dilunturkan  Terhasut tipu muslihat Retorika berbisa di atas mimbar Janji-janji keadilan dan kesetaraan Iming-iming kesejahteraan Atas nama rakyat Nyatanya, kekayaan negeri dikuras Hanya untuk menyumpal Perut-perut buncit para bedebah Telah tiba saatnya kini Raga kami tersekat batas generasi Kami titipkan panji pada pemuda-pemudi Meneruskan secerca asa dan mimpi Melawan nurani yang telah mati Secuil harapan kami untuk negeri  Yang telah gersang untuk ditangisi Rakyat-rakyat yang mengais sisa harga diri Dengan lambung keroncongan tak terisi " Selamat menua Indonesiaku, di usiamu yang tak muda lagi, kami tak hentinya menagih janji kemerdekaan yang kini hanya sebatas perayaan setahun sekali"

Terimakasih Sudah Bertahan

Gambar
Tentang segala mimpi dan harapan yang masih tertunda, barangkali Tuhan memang sedang tak ingin buru-buru mengabulkan. Bukan berarti tidak diizinkan, hanya sedang diundur, diperpanjang, diselipkan banyak pesan cinta di dalamnya. Aku percaya kamu sudah berusaha maksimal. Segalanya telah dikorbankan. Waktu, pikiran, keringat dan air mata sudah terkuras habis. Doa pun tak henti-hentinya di langitkan siang dan malam. Boleh jadi, Tuhan masih senang mendengarnya, rayuanmu yang disenandungkan dalam berjuta rasa. Disaat-saat seperti ini, hal yang paling menyenangkan adalah mengkambing hitamkan diri. Menuduh diri sendiri dengan perkara yang bukan-bukan. Kadang-kadang rasa takut, kecewa, dan tidak berguna menguasai diri. Menyesal karena dulu tidak begini, tidak begitu. Menyesal karena tidak mau mendengarkan sini dan situ. Menyumpahi segala pilihan yang telah diambil dan berharap dapat merampas kembali waktu.  Padahal keadaan memang sedang kurang baik. Kenyataan memang t

Tentangmu dan Kota Kita

Gambar
"Hai, apa kabar?" Ingin sekali aku menyapamu melalui pesan WhatsApp, namun aku tak pernah berani melakukannya. Sebenarnya aku tahu kamu baik-baik saja, aku tak pernah sekalipun melewatkan statusmu di sosial media dan kamu selalu terlihat baik. Ah, mungkin saja aku salah, bagaimana bisa kamu baik-baik saja saat hidup dalam tekanan dan kekangan orang tuamu. Kamu tidak bisa memilih sendiri takdirmu, sulit merangkai mimpimu, hingga tak bisa menentukan pujaan hati yang akan kau jadikan pelabuhan rasamu. Katamu, dalam hidupmu "segalanya sudah ditentukan". Detik ini, entah mengapa aku jadi merindukan kota kita. Kota yang sekarang mulai terlihat sangat asing. Sampai-sampai aku sulit mengingat rutenya, lupa nama-nama jalan, lupa letak tempat-tempat yang dulu sering ku singgahi. Aneh memang, mengapa begitu mudahnya aku melupakan kota tempat kelahiranku, tempat setiap hari aku menghirup udara sejuknya selama tujuh belas tahun. Tempat pertama kali aku jatuh cinta, t