School From Home, Efektifkah?

Sejalan dengan penyebaran virus corona yang masif, istilah School From Home (SFH) mulai akrab di telinga kita. Istilah ini digunakan untuk para siswa agar belajar di rumah secara daring sesuai dengan kebijakan Kemendikbud sebagai langkah preventif dalam mengurangi dampak penularan virus Covid-19. Dengan adanya SFH diharapkan para siswa dapat tetap belajar dan mengerjakan tugas sekolah dalam masa physical distancing. Lalu seberapa efektifkah apabila SFH diterapkan?

Selama ini di Indonesia, sistem belajar-mengajar selalu diterapkan dengan bertatap muka secara langsung antara guru dengan siswa di kelas. SFH dianggap sebagai hal baru yang menyebabkan terjadinya culture shock, karena selama ini siswa tidak terbiasa belajar dengan menatap layar hanphone dan laptop selama berjam-jam tanpa interaksi langsung dengan sang guru. 

Sistem ini juga  dirasa memberatkan para siswa karena alih-alih menjelaskan materi pelajaran, tenaga pendidik justru memberikan siswa tugas yang lebih banyak selama penerapan SFH. Selain itu waktu pengerjaan yang diberikan pun sangat singkat. Padahal, siswa juga memerlukan waktu untuk belajar mandiri sebelum menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Dengan adanya SFH kondisi psikologis siswa pun menjadi terganggu karena setiap hari siswa hanya terpaku dengan banyaknya tugas yang diberikan dari sekolah. Hal ini menyebabkan para siswa menjadi stress karena kelelahan dan kurang istirahat. Banyaknya tugas yang diberikan juga menjadikan siswa tidak memiliki waktu untuk mengembangkan kreatifitas dan belajar hal-hal baru di rumah.

Kondisi tersebut jika terus dibiarkan tentunya akan berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sehingga perlu adanya peran sinergis antara orang tua dan guru dalam menciptakan kondisi belajar yang baik dan sehat. Guru dapat memberikan pembelajaran dengan inovasi-inovasi yang kreatif serta mudah dipahami. Sehingga belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi siswa.

Materi yang diberikan oleh guru pun tidak perlu ditekankan pada kuantitas yang besar, namun lebih difokuskan pada kualitasnya. Materi yang sedikit dengan kualitas yang baik tentunya akan cepat terserap oleh siswa. Guru juga perlu membangun aspek community, connection dan relationship dengan siswa. Tujuan dari ketiga aspek tersebut adalah untuk membangun emosi antara siswa dengan guru melalui obrolan ringan seperti bertukar kabar dan berkomunikasi dua arah.

Peran orang tua dirumah juga penting dalam memberikan motivasi dan suasana belajar yang positif dan kondusif bagi siswa. Para orang tua perlu mendampingi dan membantu membimbing siswa agar menyelesaikan tugasnya dengan baik. Selain itu, selama di rumah orang tua juga dapat mengajarkan serta menumbuhkan rasa tanggung jawab kepada siswa dengan memberikan pekerjaan ringan seperti bersih-bersih, menyuci piring dan lainnya.

Orang tua dan guru perlu bekerjasama meberikan ruang pada siswa dalam memanfaatkan waktu yang dimiliki untuk belajar hal-hal baru serta mengembangkan kreatifitas di rumah. Seperti membaca buku, melukis, bernyanyi, berkebun, memasak dan sebagainya. Sehingga SFH tidak hanya berfokus pada perkembangan otak kiri siswa, namun otak kanan pun ikut terasah. SFH dapat berjalan dengan efektif apabila peran guru dan orang tua dapat dimaksimalkan melalui komunikasi dan koordinasi yang baik.



Madiun 2 Mei 2020 / 9 Ramadan 1441 H
Ramadan Menulis Part III
Tema : WFH, tanggung jawab guru atau orang tua?



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?