Kisahku (part 1)

Setiap manusia yang lahir ke dunia tidak akan pernah bisa memilih dalam keadaan apa ia dilahirkan, di negeri mana ia dilahirkan bahkan di rahim siapakah ia mengenal sosok yang nantinya ia harapkan bisa merawatnya dengan penuh kasih sayang. Namun setelah dewasa, seseorang bisa menentukan jalan yang ingin ia tempuh, keyakinan apa yang akan ia ikuti bahkan ingin menjadi seperti apa ia di masa depan. Semua adalah murni pilihan hatinya. Setiap orang memiliki hak untuk menjadi "the best version" dari dirinya.

Berdasarkan buku yang pernah kubaca bahwa karakter individu dapat dipengaruhi oleh gen (DNA) dan lingkungan.  Sehingga tidak keseluruhan sifat pada seorang manusia selalu mirip dengan kedua orang tuanya. Gen adalah suatu sifat individu yang dapat diwariskan. Gen berasal dari untaian protein histon yang diikiat pita DNA yang membentuk suatu kromosom. Kromosom pada manusia terdiri dari 46 kromosom yang setengahnya berasal dari ayah dan setengahnya lagi berasal dari ibunya. Sifat itu berkombinasi menjadi suatu karakter baik karakter yang terlihat dari luar (fisik) maupun yang tidak terlihat (psikis).

Sedangkan lingkungan tak kalah berperan penting dalam membentuk suatu karakter seseorang. Tentunya, keluargalah yang menjadi pencetak karakter utama suatu individu. Misalnya, seorang anak yang terlahir di lingkungan keluarga yang taat beragama, ia pun akan taat beragama pula sesuai dengan apa yang ia dapatkan setiap hari di lingkungannya. Lingkungan pertemanan pun bisa mempengaruhi perilaku. Sehingga hal itu pun bisa mengubah karakter yang ditanamkan orang tua sejak kecil.

Di sinilah kisah hidupku di mulai. Aku terlahir dari kedua orang tua yang memiliki perbedaan latar belakang. Kehidupan keluargaku adalah kehidupan yang sedikit perlu perjuangan dalam menyambung hidup dari hari ke hari. Aku anak kedua dari  empat bersaudara. Sebagai anak kedua aku selalu berusaha menjadi anak yang cerdas seperti kakakku dan panutan yang baik bagi adik-adikku. Aku pun sempat merasakan bagaimana sulitnya memenuhi kebutuhan yang seharusnya bisa dipenuhi pula oleh ketiga saudaraku. Pun jika ada rezeki, secara bergantian kebutuhan kami ditutup satu-persatu. Hingga terkadang kami perlu bersabar jika ada sesuatu yang harus tertunda untuk memenuhi kebutuhan saudaraku yang lain.

Ibu selalu mengajari bagaimana hidup dengan sederhana, makan dengan makanan yang sederhana namun tetap memenuhi kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Ibu tak pernah mengizinkan kami menonton acara televisi yang kurang mendidik seperti sinetron dan komedi. Ibu hanya mengizinkan kami menonton berita atau acara televisi yang memotivasi kami untuk menjadi orang-orang yang sukses. Ibu selalu marah apabila kami mengatakan perkataan yang kotor dan tidak bermanfaat. Sehingga kami tidak terlalu banyak berbicara tentang hal-hal yang kurang penting. Ibu selalu mengajarkan bagaimana etika dalam bermasyarakat. Namun hal itu sama sekali tidak mengekang kami, kami justru menikmati pendidikan disiplin yang sudah di tanamkan sejak kecil.

Satu hal lagi yang unik, ibuku tak pernah memaksa anak-anaknya untuk mendapatkan prestasi yang baik di sekolah. Bahkan ia tidak pernah memaksakan kami untuk belajar di rumah. Ia memberikan kami kebebasan, namun harus tetap bertanggung jawab. Kami harus jujur dimanapun kami berada. Nilai ujian yang kurang memuaskan dari hasil yang jujur lebih baik dibandingkan nilai yang memuaskan tapi bukan berasal dari pemikiran kami. Namun, lambat laun hal itu menjadikan kami orang yang percaya diri dengan kemampuan kami. 

Aku adalah seorang siswa yang dapat dibilang terbodoh di kelas saat berada di salah satu sekolah dasar swasta di daerahku. Aku selalu mendapatkan prestasi terbawah di kelas. Aku sangat malas belajar dan suka bermain saat itu. Teman-teman sering memanggilku "bodoh" karena aku sangat payah dalam semua mata pelajaran. Namun ibu tak pernah marah saat mengetahui hal itu. Ia tetap bangga padaku.

Lambat laun aku sadar bahwa aku memiliki sesuatu yang berbeda dari kebanyakan orang. Aku memiliki semangat dan keyakinan untuk terus berproses dan berjuang. Saat duduk di bangku SMP aku mendapatkan peringkat 3 di kelas 7, peringkat  1 di kelas 8 dan peringkat 1 di kelas 9. Hasil ujianku berada di tingkat dua teratas dari teman-teman angkatanku. Meskipun hanya masuk di SMP tergolong tidak favorit, aku merasa cukup puas dengan perubahan yang aku alami.

Setelah SMA, aku merasa bahwa banyak orang-orang di luar sana yang sangat luar biasa. Sehingga untuk mengimbangi mereka, aku merasa sangat kesulitan. Namun aku menemukan sesuatu yang menjadikanku bersemangat. Aku mencintai suatu ilmu kehidupan, yang membuatku menemukan "siapakah aku". Ketika kelas 10, aku terpilih sebagai siswa yang mendapatkan bimbingan sekelas olimpiade tingkat SMA, yakni olimpiade biologi. Aku sangat senang akan hal itu, sehingga aku menikmati setiap jam bimbingan meskipun harus pulang lebih lama dibanding teman-teman yang lain.

Bimbingan inilah yang mengantarkanku pada suatu kompetisi yang disebut dengan KSM (Kompetisi Sains Madrasah), aku mendapatkan juara tingkat 2 di kotaku, sehingga aku harus mengikuti  perlombaan tingkat propinsi di ibu kota propinsiku, yakni kota surabaya. Saat babak penyisihan, namaku berada pada urutan ke-6 pada bidang biologi. Kemudian saat babak final, namaku tidak disebutkan dalam pengumuman kejuaraan. Namun aku tetap bersyukur, setidaknya namaku tetap berada pada urutan 10 besar saat itu.

KSM telah usai, meskipun hanya bisa memberikan sedikit kontribusi aku cukup merasa puas. Kini waktunya  untuk memikirkan masa depan setelah menyelaskan pendidikan menengah atas. Aku memikirkan kemana selanjutnya aku harus meneruskan pendidikan dan jurusan apa yang akan kuambil.  Setelah ku pertimbangkan dengan baik, aku memutuskan untuk menargetkan  3 universitas pilihanku yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Negeri Malang (UIN Malang) dan Universitas Islam Negeri Yogyakarta (UIN Jogja) dengan jurusan yang sama, yakni jurusan Biologi Murni.

Berhubung dengan nilai mata pelajaran biologi di raporku selalu meningkat dan rata-rata kurang lebih sembilan, aku memberanikan diri mengikuti SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Namun aku tidak jadi memilih masuk UGM karena berbagai pertimbangan. Pada pilihan pertama aku memilih jurusan Biologi Murni UIN Malang, pilihan kedua jurusan Farmasi UIN Malang dan pilihan ketiga jurusan Biologi Murni UIN Jogja. Setelah pengumuman  SNMPTN muncul aku terkejut dan hampir tidak percaya bahwa aku di terima di jurusan Biologi Murni UIN Malang. Namun karena kurangnya persiapan secara finansial dan kendala biaya daftar ulang yang tergolong tinggi, terpaksa aku harus menggantungkan cita-citaku.

Hari demi hari, air mataku terus berlinang, ingin aku menyalahkan keadaan atau menyalahkan diriku yang tidak tahu diri ini. Kemudian ibu merayuku untuk kembali mengikuti ujian tulis yakni SBMPTN (Seleksi  Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Dengan berat hati kuberanikan diri sekali lagi untuk mendaftar. Pilihanku sedikit berbeda dari pendaftaran SNMPTN lalu yakni pilihan pertama jurusan Biologi Murni UIN Malang, pilihan kedua Pendidikan Biologi UIN Jogja (karena salah klik saat pendaftaran online) dan Biologi Murni UIN Surabaya. Namun, takdir mengembalikanku pada pilihan yang sama. Aku kembali diterima di jurusan Biologi UIN Malang. Aku menangis sekali lagi. Kali ini kedua orang tuaku akan benar-benar berusaha keras untuk membayar semua biaya pendaftaran. Ibuku mencoba meminjam uang di kantor pos. Mulai saat itu aku berusaha sebaik mungkin untuk tidak membuat orang tuaku kecewa.

Mimpi adalah hal yang sederhana. Pilihlah satu saja dan yakini. Jalani dan lakukan yang terbaik karena tak banyak orang yang bisa seberuntung kita. Biaya pendidikan yang seakan menyeleksi si kaya dan si miskin, jangan pernah kau jadikan penghambat dalam meraih cita-citamu. Jadilah generasi penerus yang suatu saat bisa mengubah sistem yang menindas. Jangan pernah biarkan kisah yang sama terjadi kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?

School From Home, Efektifkah?