Kabar Baik dari Bumi

(Gambar diunduh dari aplikasi Pinterest)
Hitungan bulan telah berlalu pasca berita pandemi COVID-19 yang mulai merebak di awal tahun 2020. Kejadian serba tiba-tiba ini mengubah hampir seluruh aktivitas penduduk bumi. Kebijakan untuk pembatasan sosial hingga lockdown telah dilaksanakan di berbagai negara. Himbauan untuk tetap di rumah sekaligus bekerja di rumah pun sudah ditaati dengan penuh kesadaran oleh masyarakat. Semua dilakukan demi menekan angka kasus kematian yang semakin hari semakin bertambah.

Lalu lalang kendaraan roda dua hingga roda empat sudah tak nyaring lagi di telinga. Jalan raya semakin hari semakin terlihat sepi dan lengang. Kebisingan dari mesin-mesin pabrik untuk beberapa waktu harus terhenti. Berbagai sektor pun ikut gulung tikar terkena imbas dari musibah ini. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan meningkatnya kualitas udara dan menurunnya tingkat nitrogen dioksida, hasil pembakaran bahan bakar fosil di atmosfer. Tingkat polusi udara di berbagai belahan dunia ikut menurun akibat mobilisasi manusia yang mulai dibatasi.

Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni) 
(Infografis diunduh dari laman liputan6.com)

Saat ini, bumi dapat beristirahat sejenak dan menghirup napas lega. Kabar baik datang dari berbagai penjuru dunia membicarakan kondisi lingkungan yang berangsur pulih. Langit di beberapa ibu kota kini mulai tampak cerah dan membiru. Sungai-sungai kembali bersih, ikan-ikan mulai terlihat berenang-renang bebas di bawah permukaan air yang jernih. Curah hujan yang kembali intens ikut serta membersihkan udara dari sisa-sisa polusi. Alam seakan mulai meregenerasi diri dari kerusakan akibat aktifitas-aktifitas manusia.

Meningkatnya kualitas udara pun diikuti dengan menurunnya angka kematian akibat polusi udara di berbagai negara. Paparan polusi udara yang tinggi merupakan faktor penyebab tingginya angka kematian dini dan harapan hidup pendek bagi masyarakat perkotaan. Bahkan lebih tinggi dibandingkan kematian akibat rokok dan serangan penyakit menular. Polusi udara membawa partikel-partikel berbahaya yang menyebabkan berbagai penyakit infeksi saluran pernapasan, kanker dan penyakit kardiovaskuler. Dilansir dari Tempo.co, sebanyak dua pertiga kematian dini disebabkan oleh polusi akibat pembakaran bahan bakar fosil. Setiap tahun setidaknya terjadi 8,8 juta kematian disebabkan oleh paparan polusi udara luar ruangan dan rumah tangga.

(Gambar diunduh dari Instagram Tempo.co)

Lalu bagaimana nasib bumi pasca-pandemi? di saat semua aktifitas manusia kembali seperti sedia kala. Saat industri-industri mulai beroperasi dan menghasilkan polusi?. Tentunya akan terjadi kegiatan "balas dendam" berkali lipat untuk menutup segala kekurangan produksi setelah beberapa bulan terhenti. Beberapa rencana perjalanan yang tertunda pun ikut menumpuk seakan menagih untuk dibayar setelah pandemi berakhir. Bisa jadi, angka kematian akibat polusi udara akan meningkat dan lebih tinggi dibandingkan kematian akibat pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini.

Berkaca pada kondisi saat ini, seharusnya wabah ini dapat menjadi pengingat bagi manusia, bahwa makhluk hidup dan alam merupakan komponen yang saling bersinergi dan tidak dapat dipisahkan. Setelah pandemi usai, bukan lagi waktunya kita untuk kembali bersenang-senang tanpa memikirkan kondisi bumi di masa mendatang. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk merefleksi diri, memikirkan solusi bersama untuk menjaga kelestarian alam dan memperlakukan bumi dengan sebaik-baiknya. Semuanya dapat dimulai dari diri sendiri melalui hal-hal kecil dan mengajak orang-orang di sekitar agar ikut serta merawat lingkungan.


Madiun, 13 Ramadan 1441 H
Ramadan Menulis part VII
Tema : Memaknai Wabah dari Berbagai Sudut Pandang




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?

School From Home, Efektifkah?