Polemik Pendidikan di Indonesia

Bicara masalah pendidikan, tentunya setiap negara memiliki sistem dan kebijakan masing-masing untuk mencerdaskan warga negaranya. Setiap negara pun pastinya memiliki komposisi kurikulum yang berbeda-beda disesuaikan dengan cita-cita negara tersebut. Finlandia, salah satu negara kecil Eropa yang menjadi kiblat pendidikan internasional, diakui telah berhasil menerapkan kurikulum yang dapat memaksimalkan potensi generasi penerus bangsanya. Jepang juga menjadi salah satu negara maju di Asia yang menekankan pendidikan kedisiplinan, kemandirian dan pendidikan karakter di luar pengetahuan umum kepada warganya sejak usia dini. 

Di Indonesia sendiri, sistem pendidikan selalu mengalami transformasi dari waktu ke waktu. Berbagai upaya peningkatan mutu telah dilakukan seperti penerapan sistem zonasi oleh Menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) periode sebelumnya, Muhadjir Effendy demi menghapuskan passing grade antar sekolah serta kebijakan full day school yang sempat menuai pro dan kontra. Mendikbud Nadiem Makarim pun menjawab tantangan pendidikan di era digital melalui  gagasan lima poin penting antara lain English, Coding, Mentoring, Statistik dan Karakter.

Modifikasi sistem pendidikan oleh pemerintah telah menghasilkan sepuluh kali pergantian kurikulum terhitung sejak tahun 1947 hingga terakhir pada tahun 2013. Sistem yang terus berubah-ubah ini memunculkan polemik bagi tenaga pendidik yang tidak serta merta mampu beradaptasi dengan sistem yang baru. Memang, setiap kebijakan memiliki tujuan perbaikan dan telah melewati pertimbangan yang matang. Akan tetapi, sangat disayangkan apabila sistem yang baru tidak mampu menjawab permasalahan dari sistem-sistem sebelumnya. Pemerintah dinilai hanya mempertimbangkan dari sisi substansinya saja, namun mengabaikan kesiapan dan kesesuaian dengan kondisi tenaga pendidik serta peserta didik. Pemeritah sebaiknya meninjau ulang dan menyelesaikan permasalahan dari kurikulum sebelumnya terlebih dahulu hingga tuntas, barulah sistem yang baru benar-benar dapat diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.

Tidak hanya itu, polemik di dunia pendidikan juga dititikberatkan pada beban kurikulum Indonesia yang disebut-sebut sebagai kurikulum terberat di dunia. Dimana setiap peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah tingkat akhir diwajibkan untuk menguasai berbagai mata pelajaran dengan durasi jam istirahat yang minim. Beban tugas yang diberikan oleh para pendidik serta test/ujian harian yang tak terhitung sedikit justru membuat para siswa menjadi terbebani dalam belajar. Siswa menjadi sulit menyerap dan menguasai pelajaran yang diberikan dalam jumlah banyak sekaligus.

Meskipun saya pribadi belum pernah memiliki pengalaman sebagai guru, ada beberapa hal yang saya dengar dan simpulkan dari keluh kesah adik-adik bimbingan saya di bimbel. Mereka cukup kesulitan akibat dituntut untuk menguasai beberapa mata pelajaran yang sebenarnya tidak mereka minati. Bukannya mereka tidak mau berusaha, jalan untuk mengambil bimbel di luar sekolah pun telah mereka tempuh. Namun tak ada jaminan bahwa pemahaman mereka akan lebih baik dibanding siswa yang lain dan tidak menutup kemungkinan jika mereka tetap akan mendapatkan nilai rendah saat ujian.

Polemik mengenai pendidikan di Indonesia memang tidak ada habisnya. Pemerintah sepatutnya terus berupaya memperbaiki mutu pendidikan sambil meninjau sistem-sistem yang sudah ada. Pemerintah juga dapat mengadopsi sistem-sistem yang efektif dari negara lain dengan catatan tetap melalui filter dan penyesuaian dengan kultur di Indonesia. Hal terpenting yang juga tidak boleh diabaikan yaitu upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik. Upaya yang dilakukan pemerintah tentunya sangat memerlukan dukungan dan aspirasi dari seluruh lapisan masyarakat. Kualitas generasi mendatang sangat ditentukan dengan kualitas pendidikan saat ini.

Madiun, 15 Ramadan 1441 H
Ramadan Menulis Part IX
Tema : Mengembalikan marwah pendidikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?

School From Home, Efektifkah?