#PapuaLivesMatter : ada apa dengan Papua?


Berawal dari insiden rasisme yang dilakukan oleh oknum polisi Minneapolis terhadap masyarakat berkulit hitam, George Floyd di Amerika Serikat, isu rasisme di berbagai negara seperti Australia, Afrika Selatan, Jepang dan Inggris pun ikut terangkat. Tak terkecuali di Indonesia. Tagar #papualivesmatter mulai ramai-ramai disuarakan di berbagai media sosial untuk membuka mata berbagai kalangan yang aktif menggembor-gemborkan tindak rasisme di AS, namun buta dengan isu rasisme di negeri sendiri. Seperti sebuah pepatah, semut di sebrang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak.

Hingga saat ini kasus rasisme terhadap warga papua masih menduduki peringkat pertama di Indonesia. Tindakan diskriminasi rasial masih terus dirasakan oleh warga papua baik di tanah kelahiran hingga di tanah perantauan. Stereotip negatif mengenai masyarakat papua yang terbelakang, tertinggal dari teknologi dan kurang beretika merupakan sebagian kecil faktor yang mendorong munculnya berbagai tindakan represif. Harkat dan martabat masyarakat papua terus terinjak-injak oleh umpatan kurang pantas dan tidak manusiawi yang dilontarkan oleh pelaku rasis, mengolok-ngolok mereka dengan "nama-nama binatang".

Rasisme, persekusi dan pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat papua berakar dari sistem politik aneksasi (penggabungan wilayah, ideologi dll) pada masa awal kemerdekaan, yang bertujuan menjadikan suatu wilayah sebagai koloni demi memperluas dan mempertahankan kekuasaan suatu negara. Tentunya tidakan aneksasi bukan merupakan kesepakatan dari dua belah pihak, namun dilakukan secara paksa dan sepihak untuk kepentingan tertentu.

Pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi masyarakat papua yang terjadi di Surabaya tahun 2019 silam menjadi bukti, bahwa tindak rasisme terhadap papua oleh masyarakat sipil dan aparatur negara hingga saat ini masih belum usai. Tujuh tahanan politik papua didakwa 5 hingga 17 tahun penjara dengan tuduhan makar, lantaran menyuarakan hak untuk menentukan nasib sendiri. Sedangkan pelaku rasisme hanya ditahan 10 bulan. Terlihat jelas betapa timpangnya hukum di negeri ini. Rasisme sistemik telah mencederai kedaulatan Bhinneka Tunggal Ika.

Berkaca dari insiden di AS, aparatur negara yang telah diberikan amanah untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat seharusnya dapat memberikan contoh sikap anti rasisme dan anti diskriminasi terhadap seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Pemerintah juga perlu memberikan perlindungan penuh bagi warga untuk menyampaikan pendapat tanpa bayang-bayang intimidasi dari pihak manapun.

Sebagai masyarakat Indonesia yang berpegang teguh pada pancasila, tentunya kita dapat memaknai butir pancasila sila ke 5 yang berbunyi "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Sudah sepantasnya kita berhenti untuk bungkam dan ikut menyuarakan keadilan untuk masyarakat papua dengan penuh kesadaran. Masyarakat papua adalah bagian dari kita, Indonesia. Kita juga perlu berinisiatif untuk belajar dan menggali informasi mengenai sejarah serta isu-isu  yang terjadi di tanah papua. Apakah harus menunggu masyarakat papua sendiri yang mengedukasi?

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?

School From Home, Efektifkah?