Jika Puisi itu Bernyawa
Sepagi ini,
ku didihkan asa dan nyali
Kuracik
secangkir kopi panas pereda nyeri
Uapnya menyeruak,
meluap-luap memenuhi ruang hati yang sepi
Pagi yang berbahagia terhiasi tarian dewi hujan
Pertanda semesta berduka, atap langit menyekat binar sang mentari
Payung-payung
bermekaran, diiringi langkah berpuluh pasang kaki menerjang di luaran
Hujan tak
kunjung mereda, ambisi tak jua terbendung
Ku tersenyum, memandangi mereka yang dijanjikan mimpi-mimpi, bergerak pasti
Kulanjutkan secerca harap lama hari, ditemani aroma khas kopi hitam pekat
Terpenjara
raga dan hati dalam dimensi yang kunamai imaji
Kurapal
aksara, kukawinkan bait-bait yang beranak pinak mejelma puisi
Jika puisi
itu bernyawa dan bicara, akan ia tertawakan empunya
Yang mencedera
rasa, melumat rasa jenuh dan ragu seisi kepala
Matanya terpaku
memandang keluar jendela, pikirnya mengembara
Puisi itu bak akar-akar liar bercabang, menjalar dalam ingatannya
Yang mungkin
suatu nanti tetap tak terbaca
Yang esok
akan tetap tak terpahami
Komentar
Posting Komentar