Seragam yang tak menyeragamkan


Bagi pelajar di Indonesia, seragam merupakan pakaian wajib yang harus dikenakan ketika bersekolah. Warna, model, dan atribut seragam pun bermacam-macam. Umumnya warna yang digunakan mulai dari putih merah untuk sekolah dasar, putih biru untuk sekolah menengah pertama dan putih abu-abu untuk sekolah menengah pertama. Selain itu juga terdapat tambahan seragam bermotif batik/kotak-kotak, pramuka, dan lain-lain sesuai dengan kebijakan masing-masing sekolah.

 Berbagai atribut pun wajib dikenakan seperti dasi, bedge, topi, ikat pinggang, kaos kaki dan sepatu hitam bertali. Beberapa sekolah pun mewajibkan siswanya untuk mengenakan seragam yang sesuai dengan norma kesopanan yang berlaku di lingkungan masyarakat.

Seragam dianggap sebagai salah satu bentuk pendisiplinan yang memudahkan para pendidik untuk mengawasi siswanya ketika beraktifitas di dalam maupun di luar sekolah. Seragam juga dinilai sebagai salah satu usaha untuk meminimalisir kesenjangan sosial antar siswa, serta menjadi identitas dan kebanggaan para siswa yang dianggap sebagai masyarakat terdidik.

Penggunaan seragam terkesan memaksa dan membatasi kebebasan berekspresi siswa melalui berbagai aturan yang dibuat. Setiap harinya siswa harus datang kesekolah dengan berpakaian rapi dari atas hingga bawah dan beratribut lengkap. Jika tidak, siswa akan mendapatkan sanksi hingga peringatan tertulis. Hal ini pun menjadi sangat kurang efektif, karena waktu yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan justru terbuang banyak hanya untuk menertibkan siswa yang kurang disiplin.

Pada kenyataannya meskipun telah berseragam, kedisiplinan seorang siswa tidak dapat diukur dari seberapa taat siswa tersebut dalam melaksanakan aturan sekolah. Pada tingkat perguruan tinggi, mahasiswa dapat disiplin mengikuti kegiatan perkuliahan meski tanpa adanya aturan-aturan berpakaian secara ketat. Mahasiswa pun mendapatkan kepercayaan diri karena bebas berekspresi dengan menggunakan pakaian sesuai kenyamanan dan jati dirinya.

Alih-alih menyeragamkan, penggunaan seragam justru mengotak-ngotakkan siswa. Status sosial siswa pun dapat dilihat dari motif seragam maupun bedge yang digunakan. Siswa yang bersekolah di sekolah unggul dapat dibedakan dengan siswa dari sekolah biasa dari seragam yang dikenakan. Siswa yang berada di sekolah favorit akan merasa lebih unggul dari sekolah lain dan enggan bergaul dengan siswa dari sekolah biasa. Pun sebaliknya, siswa dari sekolah biasa akan merasa rendah diri dan merasa minder untuk bergaul dengan siswa dari sekolah favorit.

Selain itu kesenjangan sosial justru semakin meningkat karena terdapat beberapa orang tua secara ekonomi kesulitan membayar seragam dengan harga yang telah ditentukan. Belum lagi jika para orang tua memiliki lebih dari satu anak yang sama-sama sedang bersekolah. Hal ini tentunya sangat memberatkan para orang tua yang ingin menjadikan anaknya pandai namun malah pusing memikirkan biaya sekolah yang terus membengkak.

Peraturan yang mewajibkan seluruh siswa untuk menggunakan seragam tentunya akan terus menuai pro dan kontra. Namun, penggunaan seragam sekolah saat ini bukan menjadi satu-satunya hal yang perlu diprioritaskan dalam pendidikan. Jika kita menengok wilayah-wilayah Indonesia bagian yang masih tertinggal, pembangunan sarana prasarana pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik tentunya jauh lebih penting dibandingkan pengadaan seragam sekolah.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?

School From Home, Efektifkah?