Teman Baikmu

Kau, yang duduk di tepian kedai kopi.

Sambil membelai seekor anak kucing menggemaskan

Dihangatkan secangkir kopi hitam yang tak pernah terlewatkan

Rasa-rasanya lama sekali kita tak berjumpa, ya?

 

Lingkar matamu makin gelap, tubuhmu makin ringkih

Warna coklat pekat kulitmu memudar.

Ku dengar kau masih jarang makan dan tidur

Kau masih tak pandai mengurus diri

Sangat disayangkan


Kau tau? Semalam aku memimpikanmu.

Di mimpiku kita bermain bersama, berkeliling kota.

Kau mengisi durasi mimpiku sepanjang malam

Dan ternyata sore ini kau menghubungiku.

Menyebalkan, mengapa tajam sekali intuisiku?

 

Sebagai seorang teman baik,

Aku tak menyiakan semenit pun untuk berjumpa

Meski hujan mengguyur sudut kota ini.

 Meski wajah lusuhku sepulang kerja menyapa.

Karena kehadiranmu tak pernah lama,

Kau selalu singgah sejenak.

 

Lalu kita saling bercerita

Tentang kisah lama yang diputar ulang

Tentang hal-hal sederhana di tempat kerja

Tentang tragedi yang terjadi di luar kendali

Tentang hari esok yang selalu menjadi tanda tanya

Dan tentang hidup yang masih absurd dan misteri.


Kau masih pendengar paling antusias dan pengingat paling baik.

Pemikiran dan sudut pandang kita selalu berbeda.

Berbeda tapi tak saling menghakimi.

Berbeda tapi saling melengkapi.

Dan di momen ini, aku merasa senyumku kembali.


Dalam hidupku, baru kali ini aku merasa cukup.

Cukup dengan sesuatu yang tak dapat ku gapai.

Melihatmu baik dan terus mendoakan kebaikanmu

Meski aku hanya bisa menyapa dari kejauhan.

Tak ada sepatah kata pantas tersirat.


Disisa-sisa pengharapan ini, aku makin sadar diri.

Karena kita akan selalu jadi teman baik, bukan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Mengapa aku menulis?

School From Home, Efektifkah?